Senin, 29 November 2010

Dataran Tinggi Dieng : Tempat Bersemayam Dewa Dewi

Dataran tinggi Dieng terletak 30 km dari kota Wonosobo, tepatnya di perbatasan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Dataran tinggi Dieng memiliki banyak candi-candi kecil kuno yang indah terhampar di kawasan dataran tinggi gunung berapi.

Di tempat ini Anda dapat melihat candi bercorak Hindu dengan arsitektur yang indah dan unik. Selain itu daerah wisata ini juga memiliki Dieng Plateau Theater yang menyediakan informasi keajadian alam di sekitar Dieng. Bioskop ini mampu menampung 100 kursi, memiliki taman yang asri dan sangat nyaman untuk Anda bersantai sambil dimanjakan dengan panorama indah dari rangkaian pegunungan sekitarnya.


Nama ‘Dieng’ sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Di” yang berarti tempat yang tinggi dan ”Hyang” yang artinya tempat para dewa dewi. Diartikan kemudian sebagai tempat kediaman para dewa dan dewi. Ada juga yang mengartikannya dari bahasa Jawa yaitu “adi” berarti indah, berpadu dengan kata “aeng” yang artinya aneh. Penduduk setempat kadang mengartikannya sebagai tempat yang indah penuh dengan suasana spiritual.

Ngarai Sianok

Ngarai Sianok memiliki dua dinding yang hampir vertikal dan saling berhadapan. Tingginya sekitar 100 sampai 200 meter dan panjangnya sekitar 15 km. Dinding ini membentuk ngarai dimana Anda bisa melihat ladang padi yang luas dan sungai. Ngarai ini dipisahkan oleh Bukittinggi dan Gunung Singgalang. 



Bunaken : Kehidupan Bawah Laut yang Menakjubkan

Pernahkah Anda  membayangkan menjadi putri duyung? Berenang bersama penghuni laut, bergerak mengikuti irama ombak? Di Taman Laut Bunaken  Anda akan menemukan “putri duyung” yang sebenarnya sekaligus melihat kekayaan laut Indonesia.

Bunaken berada di Teluk Manado dengan luas 8,08 km², terletak di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Bunaken merupakan bagian dari pemerintahan kota Manado, ibu kota Sulawesi Utara. Taman laut di sekitar Bunaken adalah bagian dari Taman Nasional yang juga termasuk laut sekitar pulau Manado Tua yaitu Siladen dan Mantehage.


Di dalam Taman Laut Bunaken, pengunjung dapat melihat berbagai kehidupan laut yang menakjubkan penuh warna-warni. Untuk mencapai taman laut ini, Anda dapat menggunakan perahu motor. Perjalanan dari Manado memakan waktu sekitar 40 menit. Biaya masuk adalah Rp 25.000,00/orang. 


Perairan Laut Bunaken memungkinkan orang dapat dengan jelas melihat berbagai biota laut. Ada 13 jenis terumbu karang di taman laut ini yang didominasi oleh bebatuan laut. Pemandangan yang paling menarik adalah terumbu karang terjal vertikal yang menjulang ke bawah sedalam 25-50 meter.


Manjakan mata Anda dengan 91 jenis ikan yang ada di Taman Laut Bunaken, diantaranya merupakan ikan kuda gusimi lokal (Hippocampus), koi putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa (spilotocepsep hinephelus dan hypselosoma Pseudanthias), nila gasi (Scolopsis bilineatus), dan lain-lain.


Penyelam juga bisa menemukan moluska seperti kima raksasa (Tridacna gigas), ikan kepala kambing (Cassis cornuta), nautilus (Nautilus pompillius), dan tunikates atau askidian.


Bagi Anda yang menyukai scuba diving maka tempat ini merupakan tempat yang paling baik. Terdapat sekitar 20 titik penyelaman, dimana para penyelam akan mendapat kesempatan berenang di dasar laut dengan beragam biota laut yang menakjubkan.


Pastikan Anda megunjungi Bunaken selama waktu terbaiknya yaitu antara bulan Mei hingga Agustus. Di bulan inilah Anda bisa menjelajahi keseluruhan taman laut yang indah ini.



Sumber : Visit Indonesia

Gunung Bromo : Matahari Terbit, Lautan Pasir, Berkuda, dan Secangkir Minuman Hangat

Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila tidak menapakkan kaki di pegunungan yang indah ini. Taman Nasional Bromo-Semeru memilki keunikan dengan pasir laut seluas 5.250 hektar di ketinggian 2.392 m dpl. Anda dapat berkuda dan mendaki Gunung Bromo melalui tangga dan melihat matahari terbit. Lihatlah bagaimana pesona matahari yang menawan saat terbit dan terbenam dan ini akan menjadi pengalaman pribadi yang mendalam saat Anda melihatnya secara langsung.


Gunung Bromo berasal dari kata Brahma (salah seorang Dewa utama  Hindu) merupakan gunung api yang masih aktif dan paling terkenal sebagai objek wisata di Jawa Timur. Gunung ini tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia, tetapi memiliki pemandangannya yang spektakuler dan dramatis. Keindahannya yang luar biasa membuat wisatawan yang mengunjunginya akan berdecak kagum.


Dari puncak Gunung Penanjakan di ketinggian 2.770 m para wisatawan dari seluruh dunia datang untuk melihat sunrise Gunung Bromo. Pemandangannya sungguh menakjubkan dan yang akan Anda dengar hanya suara jepretan kamera wisatawan saat menangkap momen yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Saat sunrise sangat luar biasa dimana Anda akan melihat latar depan Gunung Semeru yang mengeluarkan asap dari kejauhan dan matahari bersinar dengan terang naik ke langit. 

Gunung Bromo dihuni oleh masyarakat suku Tengger yang meyakini bahwa Gunung Bromo merupakan tempat dimana seorang pangeran mengorbankan hidup untuk keluarganya. Masyarakat di sini melakukan festival Yadnya Kasada atau Kesodo setahun sekali dengan mempersembahkan sayuran, ayam, dan uang yang dibuang ke dalam kawah gunung berapi untuk dipersembahkan kepada dewa.














Sumber : Visit Indonesia

Teluk Cendrawasih

 





Teluk Cendrawasih atau Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Papua termasuk taman nasional terbesar di laut Indonesia dan merupakan salah satu lokasi penyelaman terbaik di nusantara. Terdiri dari dataran dan wilayah pesisir, pulau-pulau, terumbu karang dan lautan, luas taman mencakup 1.453.500 hektar. 









 





Taman Teluk Cendrawasih menggabungkan ekosistem terumbu karang dengan mangrove, ekosistem pulau dan hutan tropis. Taman ini merupakan koloni karang hitam, karang biru dan karang halus. Taman ini terkenal dengan 209 spesies ikannya yang menjadikan taman ini sebagai habitat mereka, di antaranya adalah ikan kupu-kupu, ikan damselfish dan ikan kakatua, sementara moluska yang ditemukan di sini termasuk triton terompet, kerang besar dan kerang kerucut.
Sumber : Visit Indonesia

Festival Lembah Baliem


Inilah festival luar biasa dan telah menjadi daya tarik pengunjung di Papua. Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antarsuku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antarsuku dan telah berlangsung turun temurun namun tentunya aman untuk Anda nikmati.
Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap bulan Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelar tahun 1989. Yang istimewa bahwa festival ini dimulai dengan skenario pemicu perang seperti penculikan warga, pembunuhan anak suku, atau penyerbuan ladang yang baru dibuka. Adanya pemicu ini menyebabkan suku lainnya harus membalas dendam sehingga penyerbuan pun dilakukan. Atraksi ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan sebagai tema tetapi justru bermakna positif yaitu Yogotak Hubuluk Motog Hanoro yang berarti Harapan Akan Hari Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.
Suku-suku di suku Papua meski mengalami modernisasi tetapi masih memegang teguh adat istiadat dan tradisi mereka. Salah satu yang paling menonjol adalah pakaian pria suku Dani yang hanya mengenakan penutup kemaluan atau disebut koteka. Koteka terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan dan dilengkapi dengan penutup kepala yang terbuat dari bulu cendrawasih atau kasuari, sedangkan para wanita suku Dani mengenakan rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang disebut sali. Saat membawa babi atau hasil panen ubi, para wanita membawanya dengan tas tali atau noken yang diikatkan pada kepala mereka. 

Suku Dani terbiasa berperang untuk mempertahankan desa mereka atau untuk membalas dendam bagi anggota suku yang tewas. Para ahli antropologi menjelaskan bahwa "perang suku Dani" lebih merupakan tampilan kehebatan dan kemewahan pakaian dengan dekorasinya daripada perang untuk membunuh musuh. Perang bagi Suku Dani lebih menampilkan kompetensi dan antusiasme daripada keinginan untuk membunuh. Senjata yang digunakan adalah tombak panjang berukuran 4,5 meter, busur, dan anak panah. Seringkali, karena perang orang terluka daripada terbunuh, dan yang terluka dengan cepat dibawa keluar arena perang.
Kini, perang suku Dani diadakan setiap tahun di Festival Bukit Baliem di Wamena selama bulan Agustus (lihat Kalender Acara). Dalam pesta ini, yang menjadi puncak acara adalah pertempuran antara suku Dani, Yali, dan Lani saat mereka mengirim prajurit terbaiknya ke arena perang mengenakan tanda-tanda kebesaran terbaik mereka. Festival ini dimeriahkan dengan Pesta Babi yang dimasak di bawah tanah disertai musik dan tari tradisional khas Papua. Ada juga seni dan kerajinan buatan tangan yang dipamerkan atau untuk dijual. 

Setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan orang dapat melihat perbedaan yang jelas di antara mereka sesuai dengan kostum dan koteka mereka. Pria suku Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan pria suku Lani mengenakan koteka lebih besar, karena tubuh mereka lebih besar daripada rata-rata pria suku Dani. Sedangkan pria suku Yali memakai koteka panjang dan ramping yang diikatkan oleh sabuk rotan dan diikat di pinggang. 

Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem maka Anda akan memiliki kesempatan langka untuk belajar dan bersentuhan langsung dengan beragam tradisi suku-suku setempat yang berbeda-beda tanpa harus mengunjunginya ke pedalaman Papua Barat yang jauh dan berat. Diperkirakan festival ini diikuti oleh lebih dari 40 suku lengkap dengan pakaian tradisional dan lukisan di wajah mereka.
















Sumber : Visit Indonesia