Sebuah studi dari Meksiko yang dipublikasikan baru-baru ini
melaporkan bahwa dengan mendengarkan secara berulang-ulang sebuah karya
musik klasik tertentu (termasuk salah satunya musik dari Mozart) akan
dapat membantu menurunkan gejala-gejala depresi.
“Musik
menawarkan sebuah cara yang sederhana dan elegan untuk menghilangkan
Anhedonia (sebuah keadaan dimana tidak bisa merasakan sebuah emosi yang
menyenangkan dalam aktifitas sehari-hari/ depresi),” demikian pernyataan
tim peneliti yang dipimpin oleh Miguel-Angel Mayoral-Chavez dari
Universitas Oaxaca, yang menyatakan hasil penelitiannya dalam koran The
Arts In Psycotherapy.
Sesuai hasil penelitian terhadap sekelompok
kecil orang, tim peneliti asal Meksiko ini memulai sebuah eksperimen
terhadap 79 pasien di Klinik Oaxaca. Terdiri dari 14 pria dan 65 wanita,
berusia di kisaran 25 sampai 60 tahun, yang didiagnogsis menderita
gangguan depresi ringan sampai tingkat menengah. Para pasien tidak
mengkonsumsi obat apapun untuk mengobati kondisi yang mereka alami.
Semua
pasien itu diikutsertakan dalam eksperimen selama 8 minggu. Setengah
anggota grup mengikuti sesi konseling mingguan selama 30 menit dengan
seorang ahli psikologis dan setengahnya lagi mengikuti program harian
mendengarkan musik klasik selama 50 menit.
Musik klasik yang
diperdengarkan antara lain: 2 karya musik barok (Bach’italian Concerto
dan sebuah konserto Grosso yang diciptakan oleh penerusn Bach,
Archangelo Corelli) dan Mozart’s Sonata yang dimainkan dengan 2 piano.
Tiap
minggu, para partisipan penelitian ini akan diperiksa perkembangannya
dengan mengamati gejala-gejalanya berdasarkan tolak ukur standard yang
ada.
“Kita menemukan perubahan positif di sesi ke empat dalam grup
terapi musik, yaitu para partisipan memperlihatkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala yang mereka alami, kita menemukan adanya perkembangan
dari 29 partisipan, dan 4 partisipan yang hanya mengalami perkembangan
sedikit, dan 8 partisipan sisanya meninggalkan grup terapi ini,” tambah
para peneliti tersebut.
Di grup yang lain, mereka yang mengikuti
terapi konseling, hanya 12 orang yang menandakan adanya perkembagan pada
minggu kedelapan, dan 16 partisipan tidak menunjukkan adanya
perkembangan, dan 10 nya lagi meninggalkan grup terapi.
“Hasil
penelitian kita menunjukkan adanya efek yang sangat berpengaruh dari
mendengarkan musik dilihat dari hasil statistik. Mereka lebih
menyarankan untuk mendengarkan musik barok, dan musik dari Mozart, yang
terbukti dapat bermanfaat dalam menangani pasien yang mengalami
depresi,” ujar para peneliti menyimpulkan.
Para peneliti
menetapkan beberapa alasan kenapa para pasien bisa mengalami
perkembangan setelah mendengarkan lagu ini, yaitu musik yang
diperdengarkan “dapat mengaktifkan beberapa proses dalam perkembangan
otak atau yang disebut plasticity otak.” Mereka mencatat bahwa depresi
sering terjadi berhubungan dengan rendahnya kadar hormon dopamin
(rendahnya hormon dopamin dapat menyebabkan depresi) dalam otak, atau
rendahnya jumlah reseptor hormon dopamin. Penelitian sebelumnya juga
menemukan bahwa dengan mendengarkan musik bisa menambah jumlah hormon
dopamin.
Efek yang begitu besar yang diberikan oleh musik karya Mozart ini, memperkuat hasil penelitian bahwa terapi konseling (terapi dengan cara konsultasi atau berbicara) tidaklah penting.
Para penderita depresi seharusnya menghentikan penggunaan Prozac (salah
satu jenis obat untuk depresi) dan lebih banyak putar musik karya
Prokofiev (salah satu composer musik klasik yang terkenal asal Rusia).
Seperti
yang Mayoral-Chavez kemukakan, mereka sangat merekomendasikan para
penderita depresi tingkat ringan sampai tingkat menengah “dapat
menggunakan musik untuk memperbaiki/ meningkatkan kondisi psikologis
mereka.”
Para peneliti tidak menyatakan bahwa musik karya Mozart
adalah sebuah jurus ampuh yang unik; mereka hanya mencatat bahwa jenis
lagu yang berbeda “akan berefek berbeda terhadap orang yang berbeda
juga.” Tetapi musik yang mereka pilih (yang bernada kompleks, dengan
nada yang tinggi, dan sedikit bersemangat) sangatlah efektif, dan para
pasien bahkan sangat menikmatinya setelah sekian waktu mendengarkannya
terus menerus.
“Pada awal permulaan dimulainya studi, banyak dari
pasien yang terpilih tidak memperlihatkan minat untuk mendengarkan musik
semacam ini. Tetapi tak lama kemudian, mereka tidak hanya tertarik
untuk mengikuti terapi musik ini, mereka bahkan meminta untuk lebih
banyak diputarkan musik semacam ini,” pungkas para peneliti.
Sumber : erabaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar