Sabtu, 01 Oktober 2011

Musik Klasik Membantu Menurunkan Gejala Depresi


Sebuah studi dari Meksiko yang dipublikasikan baru-baru ini melaporkan bahwa dengan mendengarkan secara berulang-ulang sebuah karya musik klasik tertentu (termasuk salah satunya musik dari Mozart) akan dapat membantu menurunkan gejala-gejala  depresi.

“Musik menawarkan sebuah cara yang sederhana dan elegan untuk menghilangkan Anhedonia (sebuah keadaan dimana tidak bisa merasakan sebuah emosi yang menyenangkan dalam aktifitas sehari-hari/ depresi),” demikian pernyataan tim peneliti yang dipimpin oleh Miguel-Angel Mayoral-Chavez dari Universitas Oaxaca, yang menyatakan hasil penelitiannya dalam koran The Arts In Psycotherapy.

Sesuai hasil penelitian terhadap sekelompok kecil orang, tim peneliti asal Meksiko ini memulai sebuah eksperimen terhadap 79 pasien di Klinik Oaxaca. Terdiri dari 14 pria dan 65 wanita, berusia di kisaran 25 sampai 60 tahun, yang didiagnogsis menderita gangguan depresi ringan sampai tingkat menengah. Para pasien tidak mengkonsumsi obat apapun untuk mengobati kondisi yang mereka alami.

Semua pasien itu diikutsertakan dalam eksperimen selama 8 minggu. Setengah anggota grup mengikuti  sesi konseling mingguan selama 30 menit dengan seorang ahli psikologis dan setengahnya lagi mengikuti program harian mendengarkan musik klasik selama 50 menit.

Musik klasik yang diperdengarkan antara lain: 2 karya musik barok (Bach’italian Concerto dan sebuah konserto Grosso yang diciptakan oleh penerusn Bach, Archangelo Corelli) dan Mozart’s Sonata yang dimainkan dengan 2 piano.

Tiap minggu, para partisipan penelitian ini akan diperiksa perkembangannya dengan mengamati gejala-gejalanya berdasarkan tolak ukur standard yang ada.

“Kita menemukan perubahan positif di sesi ke empat dalam grup terapi musik, yaitu para partisipan memperlihatkan adanya perbaikan dari gejala-gejala yang mereka alami, kita menemukan adanya perkembangan dari 29 partisipan, dan 4 partisipan yang hanya mengalami perkembangan sedikit, dan 8 partisipan sisanya meninggalkan grup terapi ini,” tambah para peneliti tersebut.

Di grup yang lain, mereka yang mengikuti terapi konseling, hanya 12 orang yang menandakan adanya perkembagan pada minggu kedelapan, dan 16 partisipan tidak menunjukkan adanya perkembangan, dan 10 nya lagi meninggalkan grup terapi.

“Hasil penelitian kita menunjukkan adanya efek yang sangat berpengaruh dari mendengarkan musik dilihat dari hasil statistik. Mereka lebih menyarankan untuk mendengarkan musik barok, dan musik dari Mozart, yang terbukti dapat bermanfaat dalam menangani pasien yang mengalami depresi,” ujar para peneliti menyimpulkan.

Para peneliti menetapkan beberapa alasan kenapa para pasien bisa mengalami perkembangan setelah mendengarkan lagu ini, yaitu musik yang diperdengarkan “dapat mengaktifkan beberapa proses dalam perkembangan otak atau yang disebut plasticity otak.” Mereka mencatat bahwa depresi sering terjadi berhubungan dengan rendahnya kadar hormon dopamin (rendahnya hormon dopamin dapat menyebabkan depresi) dalam otak, atau rendahnya jumlah reseptor hormon dopamin. Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa dengan mendengarkan musik bisa menambah jumlah hormon dopamin.

Efek yang begitu besar yang diberikan oleh musik karya Mozart ini, memperkuat hasil penelitian bahwa terapi konseling (terapi dengan cara konsultasi atau berbicara) tidaklah penting.
 
Para penderita depresi seharusnya menghentikan penggunaan Prozac (salah satu jenis obat untuk depresi) dan lebih banyak putar musik karya Prokofiev (salah satu composer musik klasik yang terkenal asal Rusia).

Seperti yang Mayoral-Chavez kemukakan, mereka sangat merekomendasikan para penderita depresi tingkat ringan sampai tingkat menengah “dapat menggunakan musik untuk memperbaiki/ meningkatkan kondisi psikologis mereka.”

Para peneliti tidak menyatakan bahwa musik karya Mozart adalah sebuah jurus ampuh yang unik; mereka hanya mencatat bahwa jenis lagu yang berbeda “akan berefek berbeda terhadap orang yang berbeda juga.” Tetapi musik yang mereka pilih (yang bernada kompleks, dengan nada yang tinggi, dan sedikit bersemangat) sangatlah efektif, dan para pasien bahkan sangat menikmatinya setelah sekian waktu mendengarkannya terus menerus.

“Pada awal permulaan dimulainya studi, banyak dari pasien yang terpilih tidak memperlihatkan minat untuk mendengarkan musik semacam ini. Tetapi tak lama kemudian, mereka tidak hanya tertarik untuk mengikuti terapi musik ini, mereka bahkan meminta untuk lebih banyak diputarkan musik semacam ini,” pungkas para peneliti.

Sumber : erabaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar